Sabtu, 28 April 2012

ANTIKLIMAKS KEBIJAKAN BBM

TUGAS 3
PEREKONOMIAN INDONESIA
RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA (RAPBN)

Oleh : Kelompok 9
Antonius Atmadinata                                      20211988
Gatot Sugara                                                     23211016
Ilma syahida arofi                                            23211509
Ratu Anggun Pertiwi                                   25211908

KELAS 1EB25


ANTIKLIMAKS KEBIJAKAN BBM

Kenaikan harga BBM yang rencananya berlaku 1 April 2012,gagal dilaksanakan. Melalui rapat paripurna, DPR memutuskan tambahan Pasal 7 ayat 6a pada UU No 22 Tahun 2011 tentang APBN 2012.
Intinya, pemerintah baru boleh mengubah harga BBM jika harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) mengalami perubahan sebesar 15% selama 6 bulan. Bagi pemerintah yang sudah bersiap-siap menaikkan harga BBM,keputusan tersebut menjadi sebuah antiklimaks. Bagi partai oposisi dan para demonstran yang menolak pilihan kenaikan BBM,tentu saja juga merupakan antiklimaks. Karena meskipun harga BBM tidak jadi naik dalam waktu dekat, tetapi tetap terbuka kemungkinan sewaktu- waktu harga BBM dinaikkan.
            Meskipun pada ranah legislasi masih terbuka kemungkinan untuk mengajukan pembatalan Undang-Undang ke Mahkamah Konstitusi (MK), namun faktanya RAPBN-P 2012 sudah disetujui.Persoalannya, bagaimana tindak lanjut putusan tersebut? Ada dua pilar pokok yang harus diperhatikan. Pertama, membenahi politik anggaran.Kedua,mengubah arah kebijakan energi. Tanpa menggarap kedua pilar tersebut, dalam jangka menengah dan panjang, kita akan terus-menerus diombangambingkan oleh fluktuasi harga minyak di pasar dunia
Dalam pidato kenegaraan yang dibacakan Presiden SBY, 16 Agustus 2011, sekaligus pengantar nota keuangan dan RAPBN 2012 menetapkan asumsi ekonomi makro sebagai berikut: pertumbuhan ekonomi dipatok 6,7 persen, laju inflasi 5,3 persen, nilai tukar rupiah Rp8.800 per dollar AS, harga minyak 90,0 dollar AS per barel, dan  lifting minyak 950 ribu barel per hari. Dengan asumsi ini, maka anggaran belanja negara dalam RAPBN 2012 ditetapkan sebesar Rp1.418,5 triliun atau naik 7,4 persen dari tahun 2011 sebesar Rp1.320,7 triliun (dalam APBN-P 2011).
            Sementara di sisi pendapatan negara dan hibah dipatok angka Rp1.292,9 triliun atau naik sebesar Rp123,0 triliun atau 10,5 persen dari target pendapatan negara dan hibah pada APBN-P Tahun 2011 sebesar Rp1.169,9 triliun. Dengan porsi pendapatan dan belanja negara tersebut, maka defisit anggaran menjadi 1,5 persen (dari PDB) atau lebih rendah dari defisit dalam APBN-P 2011 sebesar 2,1 persen. Secara umum dari tahun ke tahun persoalan target defisit anggaran negara seringkali melenceng diakibatkan oleh dua faktor utama: kegagalan mengoptimalkan pendapatan negara, dan kegagalan mempertahankan kualitas pengelolaan anggaran yang selama ini bocor di kisaran 30-40 persen.
            Dari total anggaran belanja b\negara dalam RAPBN 2012 sebesar Rp1.418,5 triliun dengan komposisi anggaran belanja pemerintah pusat sebesar Rp954,1 triliun atau mengalami peningkatan 5,1 persen dari APBN-P 2011 (atau naik Rp45,9 triliun). Sedangkan dana transfer ke daerah dalam RAPBN tahun 2012 sebesar Rp464,4 triliun naik 12,6 persen dari pagu APBN-P 2011 sebesar Rp412,5 triliun dengan komposisi Rp394,1 triliun untuk dana perimbangan dan Rp 70,2 triliun untuk dana otonomi khusus dan penyesuaian. Alokasi dana perimbangan itu terdiri atas Dana Bagi Hasil atau DBH Rp98,5 triliun; Dana Alokasi Umum atau DAU Rp269,5 triliun; dan Dana Alokasi Khusus atau DAK Rp26,1 triliun. Dalam kurun 2006-2011, proporsi anggaran pemerintah pusat-transfer daerah rata-rata berada pada titik 30-34 persen untuk transfer daerah dan 66-70 persen untuk belanja pemerintah pusat.

Politik Anggaran
            Sebenarnya, pemerintah juga berada pada posisi sulit. Karena, asumsi APBN-P 2012 dengan nilai subsidi BBM Rp137 triliun dan subsidi listrik Rp64,9 triliun itu disusun dengan skenario harga BBM naik sebesar Rp1.500.Jika harga BBM tidak bisa dinaikkan dalam waktu dekat,maka pemerintah harus menutup besaran subsidi dari pos lain. Pilihannya, dengan melakukan efisiensi pada Kementrian dan Lembaga (K/L).Meskipun begitu, jangan sampai kebijakan efisiensi anggaran tersebut justru kontraproduktif terhadap perekonomian. Karena fungsi belanja pemerintah sejatinya untuk menstimulus perekonomian.
            Sehingga, jika pemotongan anggaran dilakukan, kemampuan K/L untuk memompa perekonomian menjadi terbatas. Sebaiknya pemerintah melakukan kajian terhadap kinerja K/L, dan menentukan tolok ukur keberhasilan penggunaan anggaran. Semakin buruk K/L dalam penyerapan anggaran, semakin besar potongan yang dilakukan. Dengan begitu, efisiensi dilakukan dengan berbasis pada kinerja K/L. Selain itu, pemerintah juga bisa menggunakan Sisa Anggaran Lebih (SAL) 2010 sebesar Rp51 triliun.Atau hasil dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp25 triliun.
            Secara umum, paling tidak ada dua beban besar pemerintah terhadap APBN-P 2012.Pertama, anggaran harus menjadi instrumen untuk menjaga momentum pertumbuhan yang disepakati sebesar 6,5% pada tahun ini. Jika pemerintah gagal memformulasikan kebijakan fiskal yang handal,maka tidak menutup kemungkinan asumsi pertumbuhan ekonomi dalam APBN-P 2012 tidak bisa dicapai. Dan itu akan m e n j a d i catatan tersendiri bagi pertangg u n g j awa b a n presiden terhadap DPR.
            Harus diakui, tantangan global masih belum boleh diremehkan.Meskipun perekonomian Amerika Serikat (AS) sudah mulai stabil, tetapi masih jauh dari posisi aman. Perekonomian AS memang tidak lagi muram (gloom), tetapi juga belum ceria betul (boom). Atau istilahnya, less gloom but no boom. Begitu pun kawasan Uni-Eropa. Meskipun mereka hampir mencapai kesepakatan untuk mengumpulkan dana talangan hingga mencapai 1 triliun euro, tetapi berbagai kemungkinan buruk masih tetap bisa terjadi. Tantangan fiskal kedua, terkait besaran defisit.

Sebagaimana diatur UU,defisit anggaran tidak boleh melewati 3% terhadap produk domestik bruto (PDB). Sebenarnya, prinsip ini mengikuti ketentuan yang diadopsi oleh negara-negara Uni- Eropa, atau yang dikenal sebagai Traktat Maastricht.Sekarang ini, posisi defisit anggaran pusat sebesar 2,23%. Jika dikonsolidasikan dengan defisit pemerintah daerah (APBD), maka besaran defisit kurang lebih 2,8%. Artinya, sulit menutup anggaran dengan penerbitan utang baru.
Politik Energi
            Kapan pemerintah berhak menaikkan harga BBM? Dengan penambahan pasal 7 ayat 6a tersebut, pemerintah baru bisa menaikkan harga BBM jika harga rata-rata ICP sudah mencapai USD120,75 per barel. Dengan asumsihargaminyakICPsebesar USD 105,maka rumusnya 105 + (105x15%)=  SD120,75.Jika dihitung mulai bulan Oktober 2011 hingga akhir Maret 2012, ratarata harga minyak mentah Indonesia (ICP) sudah berada pada harga USD116 per barel.
            Sebenarnya, skenario awal versi pemerintah yang mengusulkan kenaikan harga BBM sebesar Rp1.500 per liter (atau 33,3%) bukanlah sesuatu yang baru. Kita pernah mengalami beberapa kali kebijakan menaikkan harga BBM.Pada Mei 2008 pemerintah juga melakukan kebijakan menaikkan harga BBM sebesar 31%. Bahkan pada 2005, kenaikan dilakukan dua kali, bulan Maret dan Oktober. Sehingga, besaran kenaikannya sepanjang tahun mencapai 3 kali lipat atau s e b e s a r 96,1%. Dampak inflasi yang ditimbulkannya pun sebenarnya tidak terlalu berat untuk tahun ini.
            Menurut hitungan BPS, kenaikan harga BBM Rp1.500 per liter, dampak langsungnya pada inflasi sebesar 0,9%.Dan jika ditambah dengan dampak langsungnya (second round effect) sebesar dua kali dampak langsung, maka dampak inflasi tak langsungnya sebesar 1,8%. Sehingga, total dampaknya mencapai 2,7%. Setelah dijumlahkan dengan asumsi inflasi pemerintah tahun ini sebesar 5,3%,maka didapat perkiraan inflasi sebesar 7%.Versi Bank Indonesia (BI) hampir sama, yaitu jika kenaikan sebesar Rp1.000,inflasi tahun ini akan menjadi sekitar 6,8% sementara jika kenaikannya Rp1.500, inflasi akan menjadi 7,1%.
            Jika dibanding dengan periode yang lalu, secara ekonomi, kenaikan kali ini lebih baik. Artinya,dampak makroekonominya cenderung terjaga (manageable). Mengingat kondisi makro kita juga sedang dalam posisi bagus. Di tengah tarik-menarik soal harga BBM, nampaknya tidak akan mempengaruhi penilaian lembaga pemeringkat terhadap prospek perekonomian Indonesia. Standard & Poor’s (S&P) diproyeksikan akan memberikan predikat investment grade kepada kita, dalam beberapa bulan ke depan.
            Sebagaimana diketahui,dua lembaga pemeringkat lainnya, yaitu Fitch Ratings dan Moody’s Investors Service, sudah memberikan predikat level investasi pada akhir tahun lalu dan awal tahun ini. Jika ketiga lembaga pemeringkat paling besar dunia sudah memberikan predikat tersebut, niscaya modal asing akan semakin deras masuk ke Indonesia, sehingga bunga pinjaman surat utang bisa semakin turun. Dengan demikian, semakin tersedia alternatif pendanaan pembangunan.
            Momentum tersebut harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pemerintah. Salah satunya, untuk mengembangkan politik energi yang baik. Selama ini kita terlalu bertumpu pada energi fosil. Sementara,potensisumber daya alternatif terbuka sangat lebar, karena Indonesia kaya akan akan sumber daya air, angin dan cahaya matahari. Energi panas bumi (geotermal), merupakan salah satu alternatif yang paling mungkin dikembangkan, mengingat potensi panas bumi Indonesia diperkirakan sebesar 28.000 megawatt, sekitar 40% dari potensi dunia. Nilai tersebut sama dengan 1,1 juta barel minyak per hari.
            Jika energi panas bumi dikembangkan, paling tidak bisa untuk menghidupi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di daerah Jawa– Bali dan Sumatra. Sehingga, tak menggantungkan pada sumber daya solar dan batu bara. Saat ini, kapasitas terpasang PLTP baru sebesar 1.214 MW. Sudah saatnya pemerintah mengembangkan strategi “bauran energi”, yang bertujuan untuk meningkatkan ketersediaan sumber daya energi, sekaligus menurunkan ketergantungan pada BBM.

Menyikapi RAPBN 2012
Pola ini tentunya dapat memberikan signal bagi publik perlunya peningkataan keberpihakan anggaran terhadap pembangunan di daerah di tengah isu disparitas ekonomi antar wilayah yang tak terselesaikan selama 66 tahun Indonesia merdeka. Di sisi lain perlu dicatat bahwa 83,2 persen wilayah Indonesia merupakan kawasan perdesaan dengan total jumlah desa sebesar 74 ribu desa (survei PODES, 2006). Dari 74 ribu desa tersebut, 45 persen atau sekitar 32.500 desa merupakan desa tertinggal (miskin). Sementara di tingkat Kabupaten, dari total 399 Kabupaten yang ada di Indonesia 183 kabupaten diidentifikas sebagai kabupaten tertinggal yang sebagian besar (60 persen) berada pada Indonesia bagian Tengah dan Timur. Makanya, sangat jelas jika arah kebijakan adalah pemerataan dan perluasan pembangunan perlu difokuskan pada pembangunan daerah-daerah tertinggal, sehingga kesenjangan antar wilayah dapat direduksi secara perlahan.
Dari total anggaran belanja pemerintah pusat sebesar Rp954,1 triliun dengan komposisi terdiri dari belanja pegawai sebesar Rp215 triliun (22,5 persen), subsidi Rp208 triliun ( 21,8 persen), belanja modal Rp168,1 triliun (17,6 persen), belanja barang Rp138 triliun (14,4 persen), pembayaran utang Rp 123,7 triliun (13 persen), dan belanja lain-lain Rp 100,4 triliun (10,5 persen).  Besarnya lonjakan belanja rutin pegawai menjadi sorotan dari tahun ke tahun yang berpotensi mereduksi program reformasi birokrasi yang tengah digalakkan dalam Kabinet Indonesia Bersatu jilid 2. Struktur anggaran yang terbebani dengan anggaran belanja pegawai tentunya dapat berakibat pada semakin sulitnya mengedepankan program-program pemerataan dan perluasan pembangunan ekonomi.
Membengkaknya anggaran belanja pegawai setidaknya tidak akan menjadi masalah besar apabila struktur penyelenggara negara dapat berjalan optimal dan efektif. Namun sebaliknya, akan menjadi masalah besar (liability) apabila struktur tersebut hanya dijadikan ajang transaksi politik dan mengamankan kekuasaan. Pemerintah saat ini memliki 34 kementerian dan 3 lembaga setingkat kementerian, 88 lembaga non-struktural, 28 lembaga non-kementerian ditambah berbagai satuan tugas yang dibentuk (walau bersifat ad hoc). Jumlah kementerian ini relatif lebih besar jika dibandingkan dengan negara-negara besar, seperti Jepang (11), AS (15), Rusia (20), dan Brasil (24), atau bahkan jika dibandingkan dengan negara sosialis seperti China (29). 
Gemuknya struktur penyelenggaran pemerintahan tentunya tidak hanya berdampak pada tingginya belanja rutin pegawai (belum lagi persoalan dana pensiun yang akan dihadapi kemudian hari), tidak efisiennya penyelenggaraan pemerintahan, juga akan semakin mempertegas Indonesia sebagai negara high cost economy. Dan yang mengkawatirkan adalah bongsornya tatanan penyelenggara negara akan berpotensi pada semakin biasnya arah kebijakan atau semakin tidak fokusnya kebijakan-kebijakan yang  diambil di masa mendatang.
            Untuk menyukseskan program reformasi birokrasi yang tidak sekadar memperbaiki remunerasi pegawai tetapi juga perlu upaya merasionalisasi struktur dan organ penyelenggara pemerintahan yang berlebihan dan sangat tidak efisien. Reformasi birokrasi bukan sekadar program insidentil yang hanya menyelesaikan persoalan di permukaan saja, tetapi harus didorong untuk lebih pada perbaikan tatanan lembaga penyelenggara negara yang efektif dan efisien.



SUMBER

·        Koran sindo
·        Metrotv News.com
·        Prof. Firmanzah, phd. (Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia)
·        A Prasetyantoko (Ketua LPPM, Unika Atma Jaya, Jakarta)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar