Minggu, 03 November 2013

tulisan 7

Jakarta -Daya saing ekonomi Indonesia saat ini masih lemah, dilihat dari peringkat kemudahan berbisnis (Doing Business) yang dikeluarkan Bank Dunia. Indonesia terancam disalip oleh Myanmar dan Kamboja.

Menurut Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anton Supit, Indonesia terancam disalip Myanmar dan Kamboja karena salah satu penyebabnya adalah upah buruh di dua negara itu murah.

"Myanmar dan Kamboja itu upah buruhnya lebih murah dia. Kita bakal disaingi sama dia," kata Anton saat ditemui di Cikini, Jakarta, Sabtu (2/11/2013).

Upah buruh buruh di Myanmar dan Kamboja, ujar Anton, rata-rata hanya mencapai US$ 40/bulan. Sedangkan upah buruh di Indonesia rata-rata US$ 200/bulan. Selain dilihat dari upah yang lebih rendah, produktivitas kerja buruh di Myanmar dan Kamboja juga lebih baik.

Hal ini menyebabkan para investor asing khususnya di sektor industri padat karya seperti garmen, tekstil, dan makanan minuman memilih merelokasi investasi mereka dari Indonesia ke Myanmar dan Kamboja. 

Anton menambahkan, tidak hanya Myanmar dan Kamboja saja, Vietnam nantinya bisa sejajar atau bahkan menyalip Indonesia.

"Artinya nanti negara yang sama atau sebanding Indonesia itu ada 3 negara yaitu Vietnam, Myanmar, dan Kamboja. Yang penting saat ini iklim investasi harus dijaga oleh pemerintah betul," cetus Anton
Dalam laporan 'Doing Business 2013' yang dikeluarkan Bank Dunia, peringkat kemudahan berbisnis Indonesia adalah 120 dari 189 negara di dunia yang disurvei. Indonesia jauh di bawah Singapura yang menduduki peringkat 1 dan Malaysia yang menduduki peringkat 6.

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Kadin Erwin Aksa mengatakan, kalangan dunia usaha mengimbau pemerintah Indonesia serius membangun daya saing ke depan. Bila tidak, Indonesia bakal disalib negara-negara Indo China. Bahkan sekarang Vietnam sudah jauh di atas Indonesia.

"Bila kita tidak serius, negara-negara Indo China seperti Kamboja, Laos, dan Myanmar, tidak mustahil meninggalkan kita. Vietnam sudah jauh meninggalkan kita," ujar Erwin.

Dalam pernyataan, Erwin merinci, Vietnam sukses melakukan perbaikan dalam melindungi hak-hak investor dan perpajakan. "Kamboja lain lagi. Dia ada kemajuan dalam perpajakan, begitu juga dengan Laos, dan Myanmar," papar Erwin. 

Kemajuan yang pesat dialami Filipina. Di bawah pemerintahan Ninoy Aquino, Filipina mengambil terobosan di sektor keuangan guna mendukung pertumbuhan sektor riil. "Hasilnya, kebijakan Ninoy ini membuat akses pembiayaan lembaga keuangan mengalami peningkatan pesat dari peringkat 126 menjadi peringkat 86, dalam memperoleh pembiayaan bank atau naik 40 tingkat. Ekonominya tumbuh 7%," ujar Erwin.

Dirilis oleh Bank Dunia, peringkat kemudahan berbisnis Indonesia di posisi 120 dari 189 negara yang disurvei. Tak berdaya dari Singapura dan Malaysia, Indonesia juga kalah dibandingkan Thailand (18) dan Brunei Darussalam (59),

Tak hanya itu, peringkat kemudahan bisnis Indonesia juga masih kalah dari Vietnam yang berada di peringkat 99, dan Filipina 108 dunia. Indonesia hanya hanya unggul dari Kamboja yang ada di peringkat 137 dan Myanmar 182.

"Sangat pahit, kita sebagai negara besar dan sumber dayanya besar, tapi tak punya percepatan yang cukup mengejar perbaikan infrastruktur. Padahal stabilitas politik dan ekonomi makro kita jauh lebih bagus," jelas Erwin.
Analisis saya  :
Saya setuju dengan analisis ini .Apabila upah buruh semakin tinggi makan perusahaan akan sulit meningkatkan jumlah produksinya karena biaya yang di gunakan dalam operasional akan meningkat .menurut saya upah buruh tidak harus tinggi tetapi sarana hidup bagi buruh perlu diperhatikan lagi .Jadi dengan memperhatikan sarana hidup buruh mereka tidak harus meningkatkan upah mereka bisa merasakan hidup layak.dengan cara adanya sarana transport tasi bagi buruh yang di sediakan perusahaan ,biaya kesehatan bagi buruh yang rendah dan biaya2 hidup lainnya .Jadi pemerintah harus berperan andil dalam hal ini .Agar taraf hidup buruh semakin meningkat.
Sumber :detik.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar